Oleh : Hendra J Kede
Mengawali tulisan ini, penulis ingin menulis tanggapan atau penjelasan dari Bapak Hendry Ch Bangun, terkait isi tulisan yang dimuat beberapa media pada hari Senin (7/2/2021) yang berjudul : “Presiden Punya Kewajiban Terkan Kepres Anggota Dewan Per? “
Klarifikasi diberikan oleh Pak Hendry Ch Bangun di WAG “Kami Bangga PWI”, dimana penulis dipercaya sebagai salah seorang anggota WAG adminnya, Bapak Wina Armada Sukardi, Mantan Sekjen PWI Pusat dan Mantan Anggota Dewan Pers.
Pak Henry Ch Bangun penulis kenal sebagai Mantan Sekjen PWI Pusat pengganti Pak Wina Armada dan saat ini sedang menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Pers dan juga merupakan Anggota Badan Pekerja Pemilihan Anggota Dewan Pers dari unsur Dewan Pers yang sedang menjabat.
Pak Henry Ch Bangun menyatakan bahwa ada beberapa hal dalam tulisan penulis tersebut yang perlu diklarifikasi kepada publik.
Yaitu terkait pernyataan penulis yang pada intinya menyatakan bahwa Organisasi Wartawan ikut memilih Calon Anggota Dewan Pers dari unsur pimpinan perusahaan pers dan Organisasi Perusahaan Pers ikut memilih Calon Anggota Dewan Pers dari unsur wartawan.
Penulis kutipkan isi WA Pak Hendry Ch Bangun sebagai berikut :
“…..Di acara BPPA, 3 anggota Dewan Pers. Unsur wartawan dipilih 4 organisasi wartawan AJI, IJTI, PFI, PWI. Lalu 3 anggota Dewan Pers dari unsur perusahaan pers dipilih AMSI, SMSI, SPS, PRSSNI, ATVLI, ATVSI. Lalu 3 wakil masyarakat dipilih 10 Konstituen plus 3 Anggota Dewan Pers yang tidak bisa dipilih kembali”
Penulis sebagai masyarakat umum tentu awalnya bingung dengan penjelasan tersebut, karen saat membuat tulisan penulis berfikir sesuai logika umum saja.
Ada satu kepanitian seleksi yang disebut Badan Pekerja Pemilihan Anggota Dewan Pers (BPPA) yang terdiri dari seorang Ketua dan seorang Wakil Ketua serta 11 (sebelas) Anggota, kebiasaannya segala keputusan diambil bersama, semua memiliki hak suara dan hak bicara yang sama, keputusan diambil dalam pleno, dan seluruh berita acara rapat ditandatangani bersama pula, dan keputusan rapat tentulah hanya ditandatangani Ketua saja.
Tidak tahunya masing-masing BPPA kadang memiliki hak suara, kadang tidak memiliki hak suara. Saat memilih unsur ini maka anggota BPPA ini yang punya hak suara, sementara saat memilih Anggota Dewan Pers unsur yang lain maka Anggota BPPA lain lagi yang punya hak suara.
Penulis sungguh tidak bisa membayangkan dalam forum apa di BPPA sebuah keputusan akhir diambil, forum pleno atau apa?. Kemudian bagaimana bentuk berita acaranya dan siapa yang menandatangani surat keputusan rapatnya? Apakah Ketua? Bagaimana kalau Ketuanya tidak punya hak suara dalam memilih suatu unsur yang surat keputusannya akan beliau tandatangani tersebut? Apa iya orang yang tidak punya hak suara trus menandatangani suatu surat keputusan?
Sebagai masyarakat umum, ingin rasanya penulis melihat dan membaca Tata Tertib pemilihan, berita acara pemilihan, dan naskah Surat Keputusan penetapan Anggota Dewan Pers terpilih. Karena tidak mungkin orang yang tidak punya hak suara kemudian menandatangni suatu Berita Acara, apalagi Surat Keputusan.
Ini nampaknya menarik menjadi objek Permohonan Informasi kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Dewan Pers, objek Keberatan, dan objek Sengketa Informasi sebagaimana diatur UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Ketebukaan Informasi Publik. Toh Dewan Pers adalah Badan Publik.
Tapi ya sudahlah, kalau memang begitu fakta mekanisme pemilihan Calon Anggota Dewan Pers, sebagaimana dijelaskan Bapak Hendry Ch Bangun diatas, yang dijalankan oleh apa yang disebut Badan Pekerja Pemilihan Anggota Dewan Pers, yang mendasarkan pembentukan dan kerja BPPA tersebut kepada Peraturan Dewan Pers Nomor 01/Peraturan-DP/IX/2016 tentang Statuta Dewan Pers, dimana Peraturan tersebut tidak Diundangkan dan tidak dicatatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, sehingga sah menurut hukum penulis untuk dianggap tidak tahu, maka melalui ini penulis menyampaikan klarifikasi dari Bapak Hendry CH Bangun diatas sebagai satu kesatuan dari tulisan ini.
Namun materi lainnya yang tidak ada klarifikasinya tentu saja seperti adanya. Dan penulis tidak mengubah kesimpulan penulis tentang tidak adanya kewajiban hukum Presiden menerbitkan Keputusan Presiden untuk meresmikan keanggotaan Dewan Pers hasil kerja Badan Pekerja Pemilihan Anggota tersebut karena alasan utama penulis adalah Statuta Dewan Pers yang dijadikan rujukan pembentukan dan bekerjanya Badan Pekerja Pemilihan Anggota Dewan Pers tidak Diundangkan dan tidak Dicatatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Kenapa demikian?
Karena menurut penulis sebagai orang luar institusi Dewan Pers maka :
Tentu sah sah saja jika masyarakat umum menyatakan tidak tahu dan menyatakan tidak terikat dengan norma yang ada dalam Peraturan Dewan Pers Nomor 01/Peraturan-DP/IX/2016 tentang Statuta Dewan Pers karena tidak pernah Diundangkan dan tidak pernah dicatatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia tersebut. Dan tentu saja dilindungi hukum ketidaktahuannya itu.
Tentu dan oleh karena itu sah sah saja jika masyarakat umum menyatakan tidak tahu mengenai praktek aktifitas BPPA yang mendasarkan kegiatannya kepada Statuta Dewan Pers, termasuk praktek penerapan hak suara Anggota Badan Pekerja tersebut.
Dan tentu juga sah sah saja jika ada masyarakat umum menyatakan tidak setuju dan berpendapat tidak sah segala tindakan dan produk yang menyandarkan legalitas aktifitas dan hasil kerjanya kepada Statuta Dewan Pers yang belum diresmikan negara tersebut, seperti aktifitas dan produk Badan Pekerja Pemilihan Anggota Dewan Pers.
Sah sah saja juga jika ada masyarakat umum berpandangan bahwa isi Statuta Dewan Pers bertentangan dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers), apalagi Peraturan Dewan Pers tentang Statuta Dewan Pers itu belum pernah menjalani harmonisasi di Kemenkumham apalahi dinyatakan berlaku secara umum.
Kok bisa-bisanya Peraturan yang demikian strategis dan menyangkut kepentingan masyarakat umum, pengaturan pilar keempat demokrasi, tidak Diundangkan dan tidak dicatatkan dalam Lembaran Negara Repuklik Indonesia namun telah diberlakukan sebagai pedoman untuk mengambil keputusan-keputusan sangat strategis, seperti memilih Anggota Dewan Pers?
Undang Undang saja yang dibuat bersama oleh Presiden dan DPR, dan Perpu saja yang dibuat Presiden atas kewenangan yang diberikan konstitusi langsung, baru dapat diberlakukan dan dijadikan sandaran dalam menjalankan kegiatan yang dibiayai APBN setelah Diundangkan dan dicatatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Dan tentu juga sah sah saja jika masyarakat memiliki pandangan yang lebih substantif dalam bentuk sebuah pertanyaan, memangnya Dewan Pers memiliki kewenangan mengeluarkan sebuah Peraturan? Kalau boleh apakah berarti organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers itu sub-ordinatif dari Dewan Pers?
*
Perumusan norma yang diatur dalam Statuta Dewan Pers itu, menurut hemat penulis, khususnya terkait pengisian Anggota Dewan Pers, ada yang melenceng dari norma hukum yang ada dalam UU Pers.
Beberapa hal yang melenceng tersebut setidaknya dapat dijelaskan dengan menjawab beberapa pertanyaan berikut :
Pertama. Apakah benar Peraturan turunan UU Pers yang mengatur pengisian Anggota Dewan Pers merupakan pendelegasian kepada Dewan Pers atau setidak-tidaknya dapat didalilkan sebagai kewenangan Dewan Pers untuk merumuskannya?
Kalau pendelegasian, pasal berapa dari UU Pers yang mendelegasikan kewenangan itu kepada Dewan Pers untuk mengeluatkan peraturan terkait pengisian Anggota Dewan Pers melalui Peraturan Dewan Pers yang dinamakan Statuta Dewan Pers tersebut?
Penulis belum menemukannya, kalau memang ada dan penulis saja yang tidak menemukannya, sehingga pernyataan ini menjadi tidak akurat dan penulis harus minta maaf, dengan senang hati penulis akan melakukannya. Tapi tolong tunjukan pasal berapa dari UU Pers yang memberikan delegasi kepada Dewan Pers untuk mengeluarkan Peraturan itu.
Kalau dikatakan berdasarkan kewenangan, apa argumentasinya bahwa Dewan Pers berwenang merumuskan sendiri Peraturan yang mengatur pengisian Anggota Dewan Pers tanpa perlu Mengundangkannya dan tanpa perlu mencatatkannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, namun kemudian menimbulkan kewajiban hukum kepada Presiden untuk meresmikannya melalui Keputusan Presiden?
Menurut pandangan penulis, karena UU Pers tidak dengan jelas menyatakan kepada siapa kewenangan pembuatan Peraturan terkait seleksi Anggota Dewan Pers didelegasikan maka yang berlaku adalah azas berdasarkan kewenangan.
Pertanyaannya kemudian adalah lembaga mana yang berwenang itu? Pertanyaan ini, nampaknya, hanya bisa dijawab melalui Naskah Akademik perumusan Peraturan dimaksud.
Namun jikapun Dewan Pers punya kewenangan itu, maka kewenangan itu tentunya diiringi kewajiban sebagai konsekuensinya yaitu kewajiban memastikan seluruh rakyat Indonesia mengetahuinya dengan Mengundangkan dan mencatatkannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Kedua. Organisasi Wartawan dan Oraginisasi Perusahaan Pers vs Organisasi Wartawan dan Organisasi Perusahaan Pers Konstituen Dewan Pers?
Pada WAG yang sama, penulis bertanya kepada Pak Henry Ch Bangun terkait Organisasi Wartawan dan Organisasi Perusahaan Pers.
Penulis kutipkan pertanyaan penulis di WA tersebut :
“….. Sekedar nanya saja Pak, organisasi wartawan di Indonesia hanya 4 saja, dan oraganisasi perusahaan pers di Indonesia hanya 6 saja?. Apakah tidak ada oragnisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers diluar konstituen Dewan Pers?…”
Beliau menjawab : “Kalau konstituen Dewan Pers memang hanya itu. Tapi Januari ada anggota baru JMSI”
Pertanyaan tersebut penulis tanyakan terkait dengan fakta yang disampaikan Pak Hendry Ch Bangun bahwa Calon Anggota Dewan Pers dipilih hanya oleh organisasi wartawan yaitu 4 organisasi wartawan yang ternyata semuanya merupakan konstituen Dewan Pers yaitu AJI, IJTI, PWI, dan PFI.
Dan Calon Anggota Dewan Pers dari unsur perusahaan pers dipilih hanya dipilih oleh organisasi perusahaan pers yang ternyata juga konstituen Dewan Pers yaitu AMSI, SMSI, SPS, PRSSNI, ATVLI, dan ATVSI.
Sementara Calon Anggota Dewan Pers unsur masyarakat dipilih 10 Konstituen Dewan Pers diatas ditambah oleh 3 (tiga) Anggota Dewan Pers yang tidak bisa dipilih kembali yang masuk sebagai Anggota Badan Pekerja Pemilihan Anggota.
Pertanyaan yang muncul dalam pikiran penulis adalah kenapa hanya organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers yang konstituen Dewan Pers saja yang punya hak memilih Anggota Dewan Pers?.
Apakah organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers di Indonesia hanya itu, tidak ada yang lain? Maksud penulis, apakah tidak ada organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers yang sudah disahkan Kemenkumham sebagai organisasi namun belum menjadi konstituen Dewan Pers?
Kalau tidak ada, ya sudah, berarti seluruh organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers sudah menjadi konstituen Dewan Pers, alhamdulillah.
Namun kalau ada, kok hanya organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers konstituen Dewan Pers saja yang memiliki hak suara dalam pemilihan Anggota Dewan Pers?
Bukankah Pasal 15 Ayat (3) UU Pers menyatakan organisasi pers dan organisasi perusahaan pers yang memiliki hak suara dalam memilih Anggota Dewan Pers, tanpa embel-embel sudah menjadi konstituen Dewan Pers?
Ketiga. Hanya organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers yang bisa memilih Anggota Dewan Pera?
Ada fakta, tidak hanya organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers yang memilih Anggota Dewan Pers, namun juga 3 (tiga) Anggota Dewan Pers yang sedang menjabat, walaupun itu ‘hanya’ untuk memilih Anggota Dewan Pers dari unsur masyarakat.
Apa yang menjadi dasar pemberian hak memilih itu kepada 3 (tiga) Anggota Dewan Pers yang sedang menjabat tersebut?
Bukankah UU Pers hanya memberikan kewenangan dan hak memilih kepada organisasi wartawan secara bersama-sama dengan organisasi perusahaan pers untuk memilih Anggota Dewan Pers yang mewakili unsur masyarakat?
Keempat. Direksi perusahaan pers boleh mengisi unsur wartawan?
Ada fakta lain, pemimpin perusahaan pers justru dipilih oleh organisasi wartawan konstituen Dewan Pers untuk mengisi Anggota Dewan Pers dari unsur wartawan yaitu Arif Zulkifli yang merupakan Dirut P.T. Tempo Inti Media, Tbk.
Walaupun yang bersangkutan berlatar belakang wartawan, namun hal ini tentu saja akan mengundang perdebatan, yang bersangkutan lebih sebagai wartawan atau sebagai pimpinan perusahaan pers?
Atau saat pemilihan yang bersangkutan bukan lagi Direksi namun sudah kembali sebagai Redaksi murni? Kalau demikian tentu saja tidak ada perdebatan, namun apa memang demikian adanya?
Apa tidak sebaiknya organisasi wartawan memilih wartawan murni untuk duduk sebagai Anggota Dewan Pers unsur wartawan, toh unsur pemimpin perusahaan pers juga ada?
Kelima. Unsur masyarakat dalam keanggotaan Dewan Pers itu siapa?
Belum lagi jika mau mendifinisikan apa yang dimaksud dengan usnur masyarakat itu dalam komposisi Dewan pers. Kalau penulis memahami unsur masyarakat itu sebagai bukan unsur wartawan dan bukan unsur perusahaan pers.
Kalau begitu difinisinya, bagaimana, misalnya, menjelaskan keterpilihan A. Sapto Anggoro mewakili unsur masyarakat dalam keanggotaan Dewan Pers?
Penulis dan publik mengenal beliau sebagai wartawan kawakan dan juga pendiri perusahaan media besar seperti merdeka.com dan tirto.id, bahkan beliau masih tercatat sebagai Badan Pertimbangan dan Pengawasan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) 2020-2023, yaitu organisasi perusahaan media konstituen Dewan Pers.
Pertanyaan mirip dengan diatas, apalah tidak sebaiknya Badan Pekerja memilih masyarakat murni untuk mengisi unsur masyarakat dalam keanggotaan Dewan Pers sebagaimana diamanahkan UU Pers?
Atau memang saat pemilihan A. Sapto Anggoro bukan lagi bagian dari wartawan atau perusahaan pers?
Terkait hal ini, masyarakat berhak tahu segala pertimbangan Badan Pekerja tersebut dalam memilih Calon Anggota Dewan Pers, jangan sampai publik dibiarkan berfikiran liar seputar pemilihan tersebut.
Dan Presiden perlu mendapatkan laporan lengkap terkait pertanyaan-pertanyaan diatas karena pada akhirnya pengesahan Keanggotaan Dewan Pers diresmikan melalui Keputusan Presiden sebagaimana amanah UU Pers.
*
Pada akhir tulisan ini, setelah mempertimbangkan hal-hal diatas, penulis berpandangan Presiden tidak punya kewajiban hukum menerbitkan Kepres peresmian keanggotaa Dewan Pers sepanjang proses pemilihannya dan panitia pemilihan (atau sebutan lain seperti Badan Pekerja Pemilihan Anggota) Dewan Pers masih merujuk kepada Peraturan Dewan Pers Nomor 01/Peraturan-DP/IX/2016 tentang Statuta Dewan Pers.
Pendapat tersebut baik didasarkan karena Peraturan tersebut belum Diundangkan dan belum dicatatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia maupun karena komposisi Panitia Seleksi (atau sebutan lain seperti Badan Pekerja Pemilihan Anggota) Dewan Pers tersebut bertentangan dengan Pasal 15 Ayat (3) UU 40/1999 tentang Pers atau karena pertimbangan lainnya, khususnya terkait 3 (tiga) hal :
Pertama. Belum jelasnya apakah ada atau tidak adanya organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers diluar konstituen Dewan Pers yang sudah memiliki status sebagai Badan Hukum dari Kemenkumham. Kalau ada maka hak suara mereka harus dijamin dalam proses seleksi unsur wartawan dan unsur organisasi perusahaan pers Anggota Dewan Pers. Kalau tidak ada, ya sudah, berarti hanya yang konstituen Dewan Pers.
Kedua. Adanya 3 (tiga) orang yang memiliki suara dalam pemilihan Anggota Dewan Pers tidak mewakili organisasi maupun organisasi perusahaan pers, namun mewakili unsur Dewan Pers yang sedang mengakibatkan seleksi yang telah dijalankan cacat tersebut dan tentu saja berakibat batal demi hukum.
Ketiga. Keterpilihan unsur wartawan (Redaksi) yang lebih dominan warna kedireksiannya daripada warna kewartawanannya, dan keterpilihan unsur masyarakat yang masih mengundang kemurniannya sebagai unsur masyarakat.
Demikian, terima kasih, semoga bermamfaat, selamat Hari Pers Nasional tahun 2022, selalu jaga protokol kesehatan. Jayalah selalu pers Indonesia untuk mewujudkan Indonesia maju, Indonesia rangking 5 (lima) terkuat di dunia tahun 2045, Allahumma aamiin.